Lambatnya penanganan dugaan kasus
korupsi yang dilakukan Seketaris Daerah (Sekda) Nias Selatan, Asa’aro Laia dan
Asisten I Nias Selatan Feriaman Sarumaha. Tipikor Ditreskrimsus Polda Sumatera
Utara, diduga telah menerima suap dalam penanganan kasus dugaan korupsi
pengadaan tanah pembangunan Balai Benih Induk (BBI) Kabupaten Nias Selatan
(Nisel) Tahun Anggaran (TA) 2012 sebesar Rp9.411.716.175 itu. Hal ini
disampaikan oleh Ketua koordinator, Laskar Anti Korupsi Indonesia (LAKI)
Kabupaten Nias Selatan, Delisama Ndruru dalam konfrensi persnya, Rabu (23/10)
siang, di Medan.
"Laki sangat curiga dengan adanya penerimaan suap dalam penanganan dugaan kasus korupsi yang melibatkan kedua pejabat tinggi (Sekda dan Asisten 1 Nesel) itu, hal itu patut dicurigai setelah pihak kami menerima pengakuan dari narasumber bahwa Direktur Ditreskrimsus Poldasu yang lama, yang kini menjabat Direktur Karo ops Poldasu Kombes.Pol.Drs. Sadono Budi Nugroho,SH, diduga menerima uang Rp 500.000.000 dalam kasus itu," jelas Delisama Ndruru yang merahasiakan narasumbernya.
Dugaan ini bisa dipastikan, kata dia, pada 6 septembar 2013 pihak Ditreskrimsus Poldasu telah menetapkan Asa’aro Laia dan Feriaman Sarumaha menjadi tersangka dan pada 24 September 2013 juga Subdit III/Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Poldasu lakukan pengeledahan ruang Sekda Nisel Asa'aro, namun hingga saat ini belum ada upaya untuk menahan kedua koruptor itu.
"Saya rasa saat dilakukan penggeledahan secara otomatis tersangka Sekda Asa’aro Laia dan Asisten I Nias Selatan Feriaman Sarumaha sudah dapat ditahan, masa sampai saat ini pemeriksaan kasus ini masih jalan ditempat, disini kita rasa adanya indikasi penerimaan suap," sebutnya.
Dengan ini tambah, Delisama Ndruru, kinerja Direskrimum Poldasu sangat diragukan dengan dinilai lambat juga dianggap tidak mampu mengusut aktor -aktor yang terlibat dalam korupsi pengadaan tanah pembangunan BBI. "Padahal diduga kuat aktor dalam korupsi ini adalah Bupati Nisel Idealisman Dachi dimana berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah (Pemda) nisel dengan melakukan pengelembungan dana harga tanah untuk keperluan pembangunan Balai Benih Induk (BBI) melalui Dinas Pertanian Rp. 11, 3 Milyar dengan tim sembilan diantaranya ketua tim sembilan Sekda Nisel Asa’aro Laia dan anggotanya Asisten I Nisel, Feriaman Sarumaha, tentunya banyak anggota tim sembilan itu yang belum diperiksa," tegasnya.
Ditegaskan, masalah BBI dengan pagu dana 11,3 Milyar ini, pada tanggal 13 September 2013 audit Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) perwakilan Sumut - Aceh sudah dikeluarkan dimana sudah dikirimkan kepada Ketua DPRD Nisel, maka tidak ada lagi alasan pihak Poldasu untuk tidak menahan kedua tersangka, karena barang bukti sudah lengkap, sudah ada pemeriksaan saksi. Kalau suatu barang bukti itu tidak menjadi patokan tidak menahan tersangka, karena alat bukti itu hanyaa digunakan sebagai petunjuk dipengadilan bukan dengan alat bukti maka telat dakwaan pada tersangka.
"Maka poldasu diminta untuk serius menangani kasus korupsi di Nisel, karena kedua tersangka adalah pejabat tinggi di Nisel, dimana korupsi di Nisel itu sudah membabi buta, dan korupsi yang dilakukan Sekda Nisel Asa’aro Laia bukan satu itu saja, melainkan dia juga terlibat kasus korupsi istana rakyat di Nesel. Maka tidak masuk akal lagi kalau Poldasu membiarkan orang yang melakukan tindak pidana korupsi yang sudah berulang - ulang,tidak di tahan pada hal bukti permulaan sudah kuat maka seseorang itu ditetapkan sebagai tersangka oleh penyedik ,maka kami dari LAKI mempersoalkan penahanan ,karna dikhawatirkan hilangkan barang bukti bila sekda dan asisisten 1masih berkeliaran,dan jangan dijadikan alasan BPKP belum turun karna statusnya itu sudah tersangka sesuai dengan KUHAP" harapnya.
Masih dengan Delisama Ndruru, pria kelahiran Nisel ini juga menjelaskan mengapa Bupati Nisel Idealisman Dachi diduga sebagai aktor utama pada kasus pembangunan BBI, karena Idealisman Dachi dan adiknya firman adil Dachi yang telah menjual lahan tersebut, disinilah diduga kuat adanya kaloborasi dengan pihak tim sembilan. "Diminta kepada Poldasu agar Bupati Nisel dan adiknya itu juga diperiksa, dan segera tetap keduanya juga menjadi tersangkan, karena Bupati Nesel sebagai aktor utama dalam kasus tersebut," himbaunya.
"Laki sangat curiga dengan adanya penerimaan suap dalam penanganan dugaan kasus korupsi yang melibatkan kedua pejabat tinggi (Sekda dan Asisten 1 Nesel) itu, hal itu patut dicurigai setelah pihak kami menerima pengakuan dari narasumber bahwa Direktur Ditreskrimsus Poldasu yang lama, yang kini menjabat Direktur Karo ops Poldasu Kombes.Pol.Drs. Sadono Budi Nugroho,SH, diduga menerima uang Rp 500.000.000 dalam kasus itu," jelas Delisama Ndruru yang merahasiakan narasumbernya.
Dugaan ini bisa dipastikan, kata dia, pada 6 septembar 2013 pihak Ditreskrimsus Poldasu telah menetapkan Asa’aro Laia dan Feriaman Sarumaha menjadi tersangka dan pada 24 September 2013 juga Subdit III/Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Poldasu lakukan pengeledahan ruang Sekda Nisel Asa'aro, namun hingga saat ini belum ada upaya untuk menahan kedua koruptor itu.
"Saya rasa saat dilakukan penggeledahan secara otomatis tersangka Sekda Asa’aro Laia dan Asisten I Nias Selatan Feriaman Sarumaha sudah dapat ditahan, masa sampai saat ini pemeriksaan kasus ini masih jalan ditempat, disini kita rasa adanya indikasi penerimaan suap," sebutnya.
Dengan ini tambah, Delisama Ndruru, kinerja Direskrimum Poldasu sangat diragukan dengan dinilai lambat juga dianggap tidak mampu mengusut aktor -aktor yang terlibat dalam korupsi pengadaan tanah pembangunan BBI. "Padahal diduga kuat aktor dalam korupsi ini adalah Bupati Nisel Idealisman Dachi dimana berkolaborasi dengan Pemerintah Daerah (Pemda) nisel dengan melakukan pengelembungan dana harga tanah untuk keperluan pembangunan Balai Benih Induk (BBI) melalui Dinas Pertanian Rp. 11, 3 Milyar dengan tim sembilan diantaranya ketua tim sembilan Sekda Nisel Asa’aro Laia dan anggotanya Asisten I Nisel, Feriaman Sarumaha, tentunya banyak anggota tim sembilan itu yang belum diperiksa," tegasnya.
Ditegaskan, masalah BBI dengan pagu dana 11,3 Milyar ini, pada tanggal 13 September 2013 audit Badan Pemeriksaan Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) perwakilan Sumut - Aceh sudah dikeluarkan dimana sudah dikirimkan kepada Ketua DPRD Nisel, maka tidak ada lagi alasan pihak Poldasu untuk tidak menahan kedua tersangka, karena barang bukti sudah lengkap, sudah ada pemeriksaan saksi. Kalau suatu barang bukti itu tidak menjadi patokan tidak menahan tersangka, karena alat bukti itu hanyaa digunakan sebagai petunjuk dipengadilan bukan dengan alat bukti maka telat dakwaan pada tersangka.
"Maka poldasu diminta untuk serius menangani kasus korupsi di Nisel, karena kedua tersangka adalah pejabat tinggi di Nisel, dimana korupsi di Nisel itu sudah membabi buta, dan korupsi yang dilakukan Sekda Nisel Asa’aro Laia bukan satu itu saja, melainkan dia juga terlibat kasus korupsi istana rakyat di Nesel. Maka tidak masuk akal lagi kalau Poldasu membiarkan orang yang melakukan tindak pidana korupsi yang sudah berulang - ulang,tidak di tahan pada hal bukti permulaan sudah kuat maka seseorang itu ditetapkan sebagai tersangka oleh penyedik ,maka kami dari LAKI mempersoalkan penahanan ,karna dikhawatirkan hilangkan barang bukti bila sekda dan asisisten 1masih berkeliaran,dan jangan dijadikan alasan BPKP belum turun karna statusnya itu sudah tersangka sesuai dengan KUHAP" harapnya.
Masih dengan Delisama Ndruru, pria kelahiran Nisel ini juga menjelaskan mengapa Bupati Nisel Idealisman Dachi diduga sebagai aktor utama pada kasus pembangunan BBI, karena Idealisman Dachi dan adiknya firman adil Dachi yang telah menjual lahan tersebut, disinilah diduga kuat adanya kaloborasi dengan pihak tim sembilan. "Diminta kepada Poldasu agar Bupati Nisel dan adiknya itu juga diperiksa, dan segera tetap keduanya juga menjadi tersangkan, karena Bupati Nesel sebagai aktor utama dalam kasus tersebut," himbaunya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar